Friday, April 6, 2007

Sifat Da'i-Da'i Allah dalam Berdakwah


Gambar ini saya dapat dari HP milik Amir Jama'ah Masamba yang datang ke muhalla kami

  1. Muhabbah pada Seluruh Makhluk
  2. Rela Berkorban untuk Kepentingan Agama
  3. Menggunakan Satu Cara; yakni Cara Rasuluullah SAW
  4. Menisbatkan kejayaan, kebahagiaan dunia akhirat hanya kepada Allah
  5. Sabar dalam Menghadapi Cobaan /Ujian
  6. Tidak Putus Asa dalam Menghadapi Cobaan /Ujian
  7. Istiqomah seperti Onta
  8. Tawadlu seperti Bumi
  9. Tegar-kukuh seperti Gunung
  10. Bergerak Memberi Manfa'at seperti Matahari
  11. Berwawasan Luas seperti Langit
  12. Istighfar Setiap Selesai Beramal

Faktor-faktor Penyulut Radikalisme Agama
Oleh: Ustadz Muladi Mughni, Lc.



Berikut ini akan saya sampaikan enam faktor yang dapat menyulut dan
memunculkan aksi terorisme-radikalisme. Mengingat Rasulullah Saw sangat
mewanti-wanti umat Islam untuk tidak terjebak pada tindakan ekstremisme
(at-tatharuf al-diniy), berlebihan (ghuluw), berpaham sempit (dhayyiq),
kaku (tanathu’/rigid), dan keras (tasyaddud).

I. Faktor Pemikiran:

Merebaknya dua trend paham yang ada dalam masyarakat Islam, yang pertama
menganggap bahwa agama merupakan penyebab kemunduran ummat Islam. Sehingga
jika ummat ingin unggul dalam mengejar ketertinggalannya maka ia harus
melepaskan baju agama yang ia miliki saat ini. Pemikiran ini merupakan
produk sekularisme yang secara pilosofi anti terhadap agama.

Sedang pemikiran yang kedua adalah mereflesikan penentangannya terhadap
alam relaitas yang dianggapnya sudah tidak dapat ditolerir lagi, dunia
saat ini dipandanganya tidak lagi akan mendatangkan keberkahan dari Allah
Swt, penuh dengan kenistaan, sehingga satu-satunya jalan selamat hanyalah
kembali kepada agama. Namun jalan menuju kepada agama itu dilakukan dengan
cara-cara yang sempit, keras, kaku dan memusuhi segala hal yang berbau
modernitas. Pemikiran ini merupakan anak kandung dari pada paham
fundamentalisme.

Kedua corak pemikiran inilah yang jika tumbuh subur dimasyarakat akan
melahirkan tindakan-tindakan yang kontra produktif bagi bangsa bahkan
agama yang dianutnya. Kedua trend pemikiran yang satunya menolak agama dan
yang kedua mengajak kepada paham agama yang keras, justru akan melahirkan
reaksi yang bertentangan dengan misi diciptakannya manusia oleh Allah Swt
di semesta ini sebagai mahluk yang seharusnya mendatangkan kemakmuran
dunia.

Di samping itu, banyaknya sekelompok orang yang lebih memilih memperdalami
agama, namun tidak berdasarkan sumber yang otentik, ataupun ulama yang
benar-benar memiliki pemahaman agama yang luas dan benar (rusukh).
Terkadang sumber bacaannya adalah buku-buku terjemahan yang kurang dapat
dipertangungjawabkan, menerima ilmu dari orang yang pemahaman agamanya
sangat dangkal. Ahli kimia berbicara al-Qur’an, ahli kedokteran
berbicara tafsir, ahli teknik bom berbicara fiqh jihad.

Apa jadinya kesimpulan yang mereka keluarkan. Padahal al-Quran, tafsir,
dan fiqh jihad memiliki karakteristik dan syarat-syarat yang sangat teliti
dan khusus dan harus tepat sesuai fungsi dan kegunaannya. Hal itu sama
saja, dengan apa jadinya jika seorang ahli agama berbicara kedokteran,
berbicara pertanian, teknik mesin dan lain-lain.
Maka memahami sesuatu ilmu termasuk agama harus berdasarkan dari sumber
dan ahlinya yang otentik, jika tidak penyelewengan-penyelewengan
kesimpulan yang dijelmakan melalui aksi akan berakibat fatal bagi manusia
itu sendiri.

II. Faktor Ekonomi :

William Nock pengarang buku “Perwajahan Dunia Baru”
mengatakan: Terorisme yang belakangan ini marak muncul merupakan reaksi
dari kesenjangan ekonomi yang terjadi di dunia”. Liberalisme ekonomi
yang mengakibatkan perputaran modal hanya bergulir dan dirasakan bagi yang
kaya saja, mengakibatkan jurang yang sangat tajam kepada yang miskin. Jika
pola ekonomi seperti itu terus berlangsung pada tingkat global, maka yang
terjadi reaksinya adalah terorisme internasional. Namun jika pola ekonomi
seperti ini diterapkan pada tingkat Negara tertentu, maka akan memicu
tindakan terorisme nasional.

Karena boleh jadi problem kemiskinan, pengangguran dan keterjepitan
ekonomi dapat mengubah pola pikir seseorang dari yang sebelumnya baik,
menjadi orang yang sangat kejam dan dapat melakukan apa saja, termasuk
melakukan terror.

Sangat tepat jika kita renungkan hadits nabi yang mengatakan, “Kaada
al-Faqru an yakuuna Kufran”. Hampir-hampir saja suatu kefakiran
dapat meyeret orangnya kepda tindakan kekufuran”. Bukankan tindakan
membunuh, melukai, meledakkan diri, meneror suatu tindakan yang dekat
dengan kekufuran.?

III. Faktor Politik:

Stabilitas politik yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang
berkeadilan bagi rakyat adalah cita-cita semua Negara. Kehadiran para
pemimpin yang adil, berpihak pada rakyat, tidak semata hobi bertengkar dan
menjamin kebebasan dan hak-hak rakyat, tentu akan melahirkan kebanggaan
dari ada anak negeri untuk selalu membela dan memperjuangkan negaranya.
Mereka akan sayang dan menjaga kehormatan negaranya baik dari dalam maupun
dar luar.

Namun sebaliknya jika politik yang dijalankan adalah politik kotor,
politik yang hanya berpihak pada pemilik modal, kekuatan-kekuatan asing,
bahkan politik pembodohan rakyat, maka kondisi ini lambat laun akan
melahirkan tindakan skeptis masyarakat. Akan mudah muncul
kelompok-kelompok atas nama yang berbeda baik politik, agama ataupun
sosial yang mudah saling menghancurkan satu sama lainnya.

Bukankan kita pernah membaca sejarah lahirnya garakan khawarij pada masa
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib RA. yang merupakan mascot gerakan
terorisme masa lalu yang juga disebabkan oleh munculnya stigma
ketidakstabilan dan ketidakadilan politik pada waktu itu. Sehingga
munculah kelompok-kelompok yang saling mengklaim paling benar, bahkan
saling mengkafirkan satu sama lainnya. Tentu kita tidak ingin sejarah itu
terulang kembali saat ini.

IV. Faktor Sosial:

Diantara faktor munculnya pemahaman yang menyimpang adalah adanya kondisi
konflik yang sering terjadi di dalam masyarakat. Banyaknya perkara-perkara
yang menyedot perhatian massa yang berhujung pada tindakan-tindakan
anarkis, pada akhirnya melahirkan antipati sekelompok orang untuk bersikap
bercerai dengan masyarakat. Pada awalnya sikap berpisah dengan masyarakat
ini diniatkan untuk menghindari kekacauan yang terjai. Namun lama kelamaan
sikap ini berubah menjadi sikap antipati dan memusuhi masyarakat itu
sendiri. Jika sekolompok orang ini berkumpul menjadi satu atau sengaja
dikumpulkan, maka akan sangat mudah dimanfaatkan untuk
kepentingan-kepentingan tertentu.

Dalam gerakan agama sempalan, biasanya mereka lebih memilih menjadikan
pandangan tokoh atau ulama yang keras dan kritis terhadap pemerintah.
Karena mereka beranggapan, kelompok ulama yang memiliki pandangan moderat
telah terkooptasi dan bersekongkol dengan penguasa. Sehingga ajaran Islam
yang moderat dan rahmatan lil alamin itu tidak mereka ambil bahkan
dijauhkan dan mereka lebih memilih pemahaman yang keras dari ulama yang
yang kritis tersebut. Dari sinilah lalu, maka pemikiran garis keras Islam
sesungguhnya sangat kecil, dan tidak mencerminkan wajah Islam yang
sebenarnya. Namun gerakan dan tindakannya yang nekat dan tidak terkontrol,
menjadikan wajah Islam yang moderat dan mayoriats itu seolah tertutup dan
hilang.

Maka tugas kita adalah mengembalikan fungsi ulama sebagai pengawal
masyarakat dari penyimpangan-penyimpangan pemahanan dan akidah, serta
mengembalikan lagi kepercayaan ummat yang putus asa dengan kondisi sosial
yang ada, untuk tidak lebih tergelincir jauh kepada kelompok yang
cenderung menghalalkan segala cara untuk melakukan proses perubahan sosial
yang berlandaskan pada ajaran agama. Dalam hal ini kelompok moderat Islam
harus lebih disuport dan dibantu, ketimbang energi kita hanya dikuras
untuk menghabisi kelompok-kelompok radikal saja.

V. Faktor Psikologis:

Faktor ini sangat terkait dengan pengalaman hidup individual seseorang.
Pengalamannya dengan kepahitan hidupnya, linkungannya, kegaggalan dalam
karir dan kerjanya, dapat saja mendorong sesorang untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang menyimpang dan anarkis. Perasaan yang menggunung
akibat kegagalan hidup yang dideranya, mengakibatkan perasaan diri
terisolasi dari masyarakat. Jika hal ini terus berlangsung tanpa adanya
pembinaan dan bimbingan yang tepat. Orang tersebut akan melakukan
perbuatan yang mengejutkan sebagai reaksi untuk sekedar menampakkan
eksistensi dirinya.

Dr. Abdurrahman al-Mathrudi pernah menulis, bahwa sebagian besar orang
yang bergabung kepada kelompok garis keras adalah mereka yang secara
pribadi mengalami kegagalan dalam hidup dan pendidikannya. Mereka inilah
yang harus kita bina, dan kita perhatikan. Maka hendaknnya kita tidak
selalu meremehkan mereka yang secara ekonomi dan nasib kurang beruntung.
Sebab mereka ini sangat rentan dimanfaatkan dan dibrain washing oleh
kelompok yang memiliki target terorisme tertentu.

VI. Faktor Pendidikan:

Sekalipun pendidikan bukanlah faktor langsung yang dapat menyebabkan
munculnya gerakan terorisme, akan tetapi dampak yang dihasilkan dari suatu
pendidikan yang keliru juga sangat berbahaya. Pendidikan agama khususnya
yang harus lebih diperhatikan. Ajaran agama yang mengajarkan toleransi,
kesantunan, keramahan, membenci pengrusakan, dan menganjurkan persatuan
tidak sering didengungkan. Retorika pendidikan yang disuguhkan kepada
ummat lebih sering bernada mengejek daripada mengajak, lebih sering
memukul daripada merangkul, lebih sering menghardik daripada mendidik.
Maka lahirnya generasi umat yang merasa dirinya dan kelompoknyalah yang
paling benar sementara yang lain salah maka harus diperangi, adalah akibat
dari sistem pendidikan kita yang salah. Sekolah-sekolah agama dipaksa
untuk memasukkan kurikulum-kurikulum umum, sememtara sekolah umum alergi
memasukan kurikulum agama.

Dan tidak sedikit orang-orang yang terlibat dalam aksi terorisme justru
dari kalangan yang berlatar pendidikan umum, seperti dokter, insinyur,
ahli teknik, ahli sains, namun hanya mempelajari agama sedikit dari luar
sekolah, yang kebenaran pemahamananya belum tentu dapat
dipertanggungjawabkan. Atau dididik oleh kelompok Islam yang keras dan
memiliki pemahaman agama yang serabutan.

Demikianlah penjabaran enam faktor penyulut terorisme, semoga dapat
bermanfaat. Tugas kita ke depan tentu sangat berat, maka diperlukan
kerjasama yang sinergeis antara semua elemen bangsa, baik ulama,
pemerintah, dan masyarakat untuk mengikis tindakan terorisme sampai ke
akar-akarnya. Paling tidak langkah itu dapat dimulai dengan cara
meluruskan paham-paham keagamaan yang menyimpang oleh ulama, menciptakan
keadilan dan stabilitas ekonomi dan politik oleh pemerintah. Serta
menciptakan suasana kondusif bagi tumbuhnya tatanan masyarakat yang damai,
toleran, aman, merdeka, religius, bertaqwa dan memiliki semangat kecintaan
tanah air yang kuat.

Dengan langkah ini kita memohon kepada Allah Swt, semoga bangsa dan negara
kita terlindung dari bahaya terorisme, sesuai dengan janji dan spirit
al-Qur’an:

Yang artinya: Seandainya penduduk suatu kaum itu beriman dan bertakwa,
maka niscaya akan kami bukakan pintu berkah kepada mereka dari arah langit
dan bumi, akan tetapi mereka mendustkan (agama), maka akan kami binasakan
mereka akibat dari perbuatanya itu sendiri (Q.S. al-A’raf: 69).